Dyahni Mastutisari

Lulusan FKIP UNS Solo Jurusan Pendidikan Matematika. Sekarang bertugas di MTs Muhammadiyah Patikraja Kabupaten Banyumas...

Selengkapnya
Navigasi Web

Kukorbankan Hatiku di Hari Raya Kurban

Sepulang dari shalat 'id di lapangan Sati menyibukkan diri di belakang rumah. Menyalakan tungku peninggalan almarhum suaminya. Tungku yang menyala hanya saat hari raya. Hari dimana dia, suami dan ketiga anaknya bisa makan enak. Bisa makan opor ayam dengan ketupat yang dimasak dengan menggunakan tungku terasa nikmat sekali. Atau membuat gulai kambing saat idul adha menjadi moment yang begitu membahagiakan.

Dua tahun sepeninggal suaminya, Kang Dirno, saat -saat seperti ini justru menjadi saat yang begitu menyedihkan bagi Sati. Terlebih tadi pagi, panitia kurban menyampaikan bahwa RT 4 tidak ada satu pun warganya yang berkurban. Mendengar pengumuman tersebut hati Sati galau. Dia sudah sangat paham sistem kurban di desanya bahwa warganya akan bisa menikmati daging kurban jikalau ada warga di RT tersebut yang berkurban. Jika tidak, alamat warga di RT tersebut gigit jari alias tidak bisa menikmati segarnya gulai kambing. Menunggu belas kasihan warga RT lain yang berkenan membagikan sedikit daging kurbannya jikalau ada.

Sistem yang sebenarnya tidak adil untuk warga desanya. Tapi Sati tak kuasa berbuat apa-apa. Sekarang tanpa ada suami di sampingnya Sati semakin tak punya harapan. Kesibukannya di dapur hanya untuk menghibur ketiga anaknya yang sedang menunggu nikmatnya makan dengan lauk gulai kambing buatan emaknya. Dulu ketika Kang Dirno masih hidup, meski tidak ada yang berkurban, Sati masih bisa memasak daging kambing jatah suaminya yang sering diperintah orang ikut 'tetel'.

"Mak, sudah matang gulainya?" seru Nanang anak bungsunya dari dalam rumah. Membuyarkan lamunan Sati.

"Sebentar lagi." Sati menjawab denga suara tercekat.

"Kang, gimana ini?" Desis Sati pelan. Tak terasa air matanya meleleh mengingat almarhum suaminya.

---------------------------------

Pukul 11.00 tidak ada satu pun orang yang mengetuk rumah Sati. Kedatangan seseorang yang membawa satu kantung plastik berisi daging kurban sangat diharapkan oleh Sati.

"Mak, kok lama banget masaknya?" Nanang menyahut lagi.

"Ya, sebentar lagi ya?" Sati menjadi panik. Diambilnya tahu dan tempe dari dalam lemari. Segera ia potong kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam wajan yang sudah berisi santan mendidih. Santan yang sedari tadi ia aduk-aduk. Santan yang ia masak untuk menenangkan hati anak-anaknya.

"Lho, kok cuma tahu tempe mana dagingnya, Mak?"

Tiba-tiba ketiga anaknya sudah berada di belakang Sati.

"Kalau cuma pakai tahu tempe aku tidak mau makan." Nanang merengek. Kedua kakak perempuannya pun mulai berwajah masam.

"Anak-anak, sekarang makan yang ada dulu ya?" Sati tak kuasa menahan lara hatinya.

"Tidak mau! pokoknya pakai daging," Nanang berteriak kesal.

Pada saat Sati sedang kebingungan menenangkan Nanang, tiba-tiba dari arah depan terdengar orang memberi salam.

"Assalamu'alaikum, Ti."

"Wa'alaikumussalam," Sati bergegas mendatangi sumber suara tadi.

"Ti, ini ada sedikit daging sapi dari Pak Gin. Aku tadi tetel di rumahnya." Kang Sapin kakak kandung Sati berkata sambil memberikan kantung plastik berwarna putih pada Sati.

"Alhamdulillah, terima kasih Kang," Sati menerimanya dengan penuh suka cita. Segera dibawanya bungkusan tadi ke belakang.

"Anak-anak tunggu sebentar ya. Emak masak daging sapinya dulu."

"Daging sapi, Mak?" ketiga anaknya serempak bertanya.

"Iya, ini!" Sati menunjukkan daging sapi pemberian Kang Sapin pada anak-anaknya. Daging sapi seberat 2,5 ons akan ia masak dengan jeroannya.

"Hore, makan daging sapi." Nanang berteriak kegirangan.

Sati tersenyum puas kegalauannya kini sirna. Ada kakak yang bersedia berbagi dengannya. Meski jatahnya sebagia tukang tetel juga tak seberapa.

Sepenggal kisah yang tersisa di hari raya kurban.

Patikraja, 13 Agustus 2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Edukatif kurban. Oke bu.

13 Aug
Balas

Terima kasih Pak Tanto

13 Aug

Subhanallah, merinding aku bacanya Bund. Jadi ingat kisah di zaman Umar bin Abdul Aziz. Sungguh bikin hati pilu. Ingin segera kesana dan berbagi daging kurban. Sukses selalu dan barakallahu fiik

13 Aug
Balas

Iya Bunda....masih ada kisah seperti itu di zaman sekarang ini...jazakillah untuk kunjungannya Bunda Pipi

13 Aug

Ya, Allah. Semoga org yang ikhlas berbagi dengan saudaranya dengan ikhlas, mendapatkan ganjaran pahala dari-Mu ya, Robb. Berlinang air mata ketika membacanya, Bunda Dyahni. Barakallah.

13 Aug
Balas

Aamiin yaa robbal'alamin. Terima kasih kunjungannya Bunda Hafni...Barakallah

13 Aug



search

New Post