Dyahni Mastutisari

Lulusan FKIP UNS Solo Jurusan Pendidikan Matematika. Sekarang bertugas di MTs Muhammadiyah Patikraja Kabupaten Banyumas...

Selengkapnya
Navigasi Web

Tanpa Anastesi (Part 4)

Jantungku semakin berdegup kencang terlebih ketika sebuah tusukan mendarat di lutut sebelah kanan. Tepat pada titik dimana rasa nyeri itu datang. Oh my God..Aku tak ingin berteriak apalagi menangis. Percuma. Karena di ruangan ini aku sendirian tidak ditemani siapapun termasuk suami.

"Aargh" aku mendesis lemah tatkala tangan dokter memijat bagian lutut yang cidera.

"Sakit, Dok"

"Darahnya banyak sekali, Bu." kata dokter yang hanya bisa kulihat ujung hidungnya saja. Dalam posisi berbaring lurus tanpa alas kepala, tak banyak yang bisa kulihat dari tindakan operasi yang sedang aku jalani. Hanya tusukan-tusukan yang aku rasakan mendarat di lutut sebelah kanan.

Entah sudah berapa tusukan yang harus kunikmati rasa sakitnya. Dan setiap kali aku berkata "sakit " malah menjadi bahan gurauan perawat yang ikut menyaksikan operasi itu. Bahkan dilanjutkan menjadi sebuah syair lagu dangdut yang sedang booming kala itu. Ah, seandainya kau tahu sakitnya seperti apa, pasti kau tak kan berani meledekku seperti ini, gumamku dalam hati.

"Dok, ini sudah suntikan yang ke-15 ya?" tanya asisten dokter yang mendampingi beliau. Asisten yang tak banyak bicara. Hanya bertanya seputar keadaan pasien yang telah mereka tangani. Perbincangan yang seru dan sedikit mengerikan. Bahkan sempat kudengar obrolan mereka tentang pasien yang bayinya mati setelah tindakan sc. Aku semakin ketakutan, kuelus perut berharap mendapatkan kekuatan.

Lima belas suntikan. Aku tertegun sendiri. Sebanyak itukah? Padahal setelah itu aku masih merasakan tusukan lagi.

"Bu, ini nanti rasanya dingin ya? ucap dokter keturunan tionghoa tersebut sembari menatap wajahku. Aku hanya bisa mengangguk lemah. Setelah begitu banyak tusukan yang kuterima, badan ini terasa lemas. Pasrah dalam ketidakberdayaan. Apapun yang kemudian dokter itu lakukan aku hanya menurut saja.

Nyes, terasa dingin dari ujung kaki sampai paha. Entah cairan apa yang dioleskan dokter ke kaki kananku. Setelah itu dengan begitu hati-hati dokter membalutnya dengan kain berwarna biru muda. Kaki kananku terbungkus kain tersebut seluruhnya tanpa ada celah sedikitpun. Dan yang tak kusangka-sangka ternyata dalam hitungan menit kain tersebut mengeras. Keras seperti batu. Inikah yang namanya gips? Kaki terasa berat kurasakan seiring selesainya tindakan operasi tersebut.

Bersambung

Patikraja, 11 Sept 2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Senam Jantung! Ok

11 Sep
Balas

Siap senam jantung Pak....

11 Sep

Wow, ikut deg degan jadinya. Sukses selalu dan barakallahu fiik

11 Sep
Balas

Bikin deg-degan ya Bun? Jazakillah kunjungannya...barakallh

11 Sep



search

New Post